KELAHIRAN
KH. Ahmad Baha’uddin Nursalim atau biasa disebut dengan panggilan Gus Baha’ lahir pada 15 Maret 1970 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Gus Baha’ merupakan putra dari seorang ulama pakar al-Qur’an dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA yang bernama KH. Nursalim al-Hafizh dari Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Ayah Gus Baha’ (KH. Nursalim) merupakan murid dari KH. Arwani al-Hafidz Kudus dan KH. Abdullah Salam al-Hafidz Kajen Pati, yang nasabnya bersambung kepada para ulama besar.
Dalam menjaga sekaligus membumikan al-Qur’an, ayah Gus Baha’ bersama dengan sahabatnya Gus Miek (KH. Hamim Jazuli) pada waktu itu beliau berdua membuat gerakan yaitu dengan menyelenggarakan semaan al-Qur’an secara keliling dari satu tempat ke tempat lain. Gerakan tersebut pada awalnya diberi nama Jantiko (Jamaah Anti Koler). Nama gerakan Jantiko kemudian mengalami perubahan menjadi Mantab (Majelis Nawaitu Topo Broto), lalu berubah lagi menjadi gerakan Dzikrul Ghafilin.
Dari silsilah keluarga ayah, Gus Baha’ merupakan generasi ke empat ulama-ulama ahli al-Qur'an. Sedangkan dari silsilah keluarga ibu, Gus Baha’ menjadi bagian dari keluarga besar ulama Lasem, dari Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu.
KELUARGA
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sarang, Gus Baha’
menikah dengan seorang anak Kiai yang bernama Ning Winda pilihan pamannya dari
keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.
Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. Tentu maksud beliau agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Namun mertuanya hanya tersenyum dan mertuanya hanya mengatakan "klop" alias sami mawon kalih kulo (sama saja dengan saya).
Kesederhanaan Gus Baha’ dibuktikan saat beliau berangkat ke Pondok Pesantren Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. Gus Baha’ berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus kelas ekonomi.
Gus Baha’ berangkat dari Pandangan menuju
Setelah menikah, Gus Baha’ mencoba hidup mandiri dengan
keluarga barunya. Gus Baha’ menetap di
Semenjak Gus Baha’ menetap di
KEILMUAN
Gus Baha' kecil dididik belajar dan menghafalkan al-Qur'an secara langsung oleh ayahnya dengan menggunakan metode tajwid dan makhorijul huruf secara disiplin. Hal ini sesuai dengan karakteristik yang diajarkan oleh guru ayahnya yaitu KH. Arwani Kudus. Kedisiplinan tersebut membuat Gus Baha’ di usianya yang masih muda, mampu menghafalkan al-Qur'an 30 Juz beserta Qiro'ahnya.
Menginjak usia remaja, ayahnya menitipkan Gus Baha' untuk mondok dan berkhidmah kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubairdi Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang. Pondok al-Anwar tepat berada sekitar 10 KM arah timur dari rumahnya.
Di Pondok Pesantren al-Anwar inilah keilmuan Gus Baha’ mulai menonjol seperti ilmu hadits, fiqih, dan tafsir.
Dalam ilmu hadis, Gus Baha’ mampu mengkhatamkan hafalan Sahih Muslim lengkap dengan matan, rowi dan sanadnya. Selain Sahih Muslim beliau juga mengkhatamkan dan hafal isi kitab Fathul Mu'in dan kitab-kitab gramatika bahasa arab seperti 'Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik.
Bahkan menurut sebuah cerita, dengan banyaknya hafalan yang dimiliki oleh Gus Baha’, menjadikan beliau sebagai santri pertama al-Anwar yang memegang rekor hafalan terbanyak. Selain itu, menurut cerita lain juga menyebutkan bahwa, ketika akan mengadakan forum musyawarah atau batsul masa’il di pondok banyak teman-teman Gus Baha’ yang menolak kalau Gus Baha’ untuk ikut dalam forum tersebut, sebab beliau dianggap tidak berada pada level santri pada umumnya karena kedalaman ilmu, keluasan wawasan dan banyaknya hafalan yang dimiliki oleh beliau.
Maka, atas dasar kedalaman keilmuan yang dimiliki Gus Baha’, hal ini yang kemudian membuat Gus Baha’ diberi kepercayaan untuk menjadi Rois Fathul Mu'in dan Ketua Ma'arif di jajaran kepengurusan Pesantren al-Anwar.
Selain menonjol dengan keilmuannya, beliau juga merupakan sosok santri yang dekat dengan kiainya. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering mendampingi guru beliau Syaikhina KH. Maimoen Zubair untuk berbagai keperluan. Mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta'bir dan menerima tamu-tamu ulama-ulama besar yang berkunjung ke al-Anwar. Hingga beliau dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina KH. Maimoen Zubair.
Dalam sebuah cerita, beliau pernah dipanggil untuk mencarikan ta'bir tentang suatu persoalan oleh Syaikhina. Karena saking cepatnya ta'bir itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitab yang dimaksud, hingga Syaikhina pun terharu dan ngendikan "Iyo Ha'... Koe pancen cerdas tenan" (Iya Ha'... Kamu memang benar-benar cerdas).
Gus Baha' juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa'izh di berbagai kesempatan tentang profil santri ideal. "Santri tenan iku yo koyo Baha' iku...." (Santri yang sebenarnya itu ya seperti Baha' itu....) begitu kurang lebih ngendikan Syaikhina.
Selain mengeyam pendidikan di Pondok Pesantren al-Anwar
Rembang, pernah suatu ketika ayahnya menawarkan kepada Gus Baha’ untuk mondok
di Rushoifah atau Yaman. Namun Gus Baha’ menolaknya dan lebih memilih untuk
tetap di
Setelah ayahnya wafat pada tahun 2005, Gus Baha' melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di pondoknya, pondok pesantren LP3IA Narukan.
Selain menjadi pengasuh di pondoknya dan mengisi pengajian
di
KEISTIMEWAAN
Sebagai seorang santri tulen, yang berlatar belakang
pendidikan non-formal dan non-gelar, Gus Baha’ diberi keistimewaan untuk
menjadi sebagai Ketua Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesa (UII)
Gus Baha’ duduk bersama para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur'an dari seluruh Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain.
Pada suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof. Quraisy bahwa kedudukan Gus Baha’ di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai mufassir, juga sebagai mufassir faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam al-Qur'an.
Setiap kali lajnah menggarap tafsir dan mushaf al-Qur'an menurut Prof. Quraisy, posisi Gus Baha’ selalu di dua keahlian, yakni sebagai mufassir seperti anggota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an yang mempunyai tugas khusus mengurai kandungan fiqh dalam ayat-ayat ahkam Al-Qur'an.
TELADAN
Teladan yang bisa ditiru dari Gus Baha' adalah tentang kesederhanaanya. Kesederhanaan yang dipraktikan Gus Baha’ bukan berarti keluarga Gus Baha’ adalah keluarga yang miskin, karena kalau dilihat dari silsilah lingkungan keluarganya, tiada satupun keluarganya yang miskin.
Bahkan kakek Gus Baha’ dari jalur ibu merupakan juragan tanah di desanya. Saat dikonfirmasi oleh penulis perihal kesederhanaan beliau, beliau menyatakan bahwa hal tersebut merupakan karakter keluarga Qur'an yang dipegang erat oleh leluhurnya.
KARYA-KARYA
حفظنا لهذا المصحف لبهاء الدين بن نور سالم adalah kitab yang
ditulis oleh Gus Baha’. Kitab ini menjelaskan tentang rasm usmani yang
dilengkapi dengan contoh dan penjelasan yang disandarkan pada kitab al-Muqni'
karya Abu 'Amr Usman bin Sa'id ad-Dani (w. 444 H.). Kitab ini berguna bagi
siapapun untuk mengetahui bagaimana memahami karakteristik penulisan al-Qur’an
di dalam mushaf rasm usmani.
Tafsir al-Qur an versi UII dan al-Qur’an terjemahan versi
UII Gus Baha' (2020). Salah satu ciri khas tafsir dan terjemahan UII yang
ditulis oleh Gus Baha' dan Timnya adalah tafsir ini dikontekstualisasikan untuk
membaca