A. Latar Belakang Keluarga
KH. Muhammad Sholeh adalah kiai sekaligus ulama dari desa Talun, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro. Pendiri dan pengasuh pondok pesantren ini dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang alim, tawadhu’ dan bersahaja. Kepribadian yang tercermin dari dirinya inilah yang membuat beliau menjadi sosok ulama’ yang dita’zimi oleh setiap orang yang pernah bertemu dengannya.22
Muhammad Sholeh adalah putra kedua dari sembilan bersaudara yang lahir dari pasangan suami istri syarqowi bin syuro dan kuning. Beliau lahir pada 20 pebruari 1902 M. Kesembilan bersaudara tersebut adalah Ya’qub, Muhammad Sholeh, Siti Khatimah, Syamsuri, Khusnan, Thohiroh, Muslih, Ummi Kultsum, dan Mukri.23 Dari kesembilan anak tersebut, KH. Muhammad Sholehlah yang paling menonjol diantara saudara yang lainnya. Beliau diberi nama Sholeh, dengan nama itu diharapkan semoga akhirnya menjadi orang shaleh, berbakti pada orang tua, berguna bagi masyarakat dan agama.24 Sejak usia 10 tahun, Muhammad Sholeh dan Syamsuri diminta oleh pamannya yang bernama haji Idris, haji Idris adalah adik dari Syarqowi, karena waktu itu haji Idris dan Mursiah istrinya tidak mempunyai anak, maka Muhammad Sholeh dan Syamsuri diasuh sekaligus dijadikan sebagai anak angkatnya.25 Sejak saat itu pula
Muhammad Sholeh mulai belajar membaca al-Qur’an.26 Menginjak usia 12 tahun tepatnya pada tahun 1914 Muhammad Sholeh belajar kepada kiai Umar, yang waktu itu menjabat sebagai naib di Sumberrejo. Pada tahun berikutnya 1915 Muhammad Sholeh meneruskan belajarnya dengan mondok di Kendal Dander, di pondok pesantren yang di asuh oleh kiai Basyir dan kiai Abu Dzarrin, selama kurang lebih delapan bulan.
Pada tahun 1916, Muhammad Sholeh pindah ke Madrasatul ‘Ulum di Bojonegoro selama kurang lebih empat tahun, di kawasan Masjid Besar yang juga diasuh oleh kiai Basyir Kendal yang waktu itu harus pindah ke Bojonegoro karena di angkat menjadi penghulu hakim oleh pemerintah. Di Madrasatul ‘Ulum tersebut Muhammad Sholeh belajar ilmu fiqih dengan mengkaji kitab-kitab seperti: sullam taufiq, fathul qorib, dan fathul mu’in, serta ilmu nahwu dengan mengkaji kitab-kitab seperti: al-Jurumiyah hingga Alfiyah dan tidak ketinggalan pula ilmu shorof dan lain-lainnya.
Selama belajar disana beliau setiap hari pulang pergi dengan naik kereta. Selain itu Muhammad Sholeh juga sempat belajar pada kiai Kholil Bangkalan Madura.
Selanjutnya pada tahun 1921, Muhammad Sholeh melanjutkanbelajarnya dengan mondok di Maskumambang Dukuh Gresik, di pesantren yang diasuh oleh kiai haji Faqih bin kiai haji Abdul Jabar. Pada tahun 1923, saat berusia 21 tahun beliau menunaikan ibadah haji yang pertama dan berencana mondok di Makkah selama dua tahun. Namun, baru delapan bulan disana ternyata ada hambatan. Kota Makkah yang sewaktu itu dipimpin oleh Syarif Husain, mendapat serangan dari raja Saud.
Akhirnya Muhammad Sholeh pun kembali ke Jawa, dan meneruskan mondok di Maskumambang Gresik. Pada pertengahan tahun 1924, beliau diambil menantu oleh kiai haji Faqih, untuk dinikahkan dengan keponakannya sendiri, Rohimah binti kiai haji Ali. Setelah menikah, pada tahun 1927 Muhammad Sholeh dan istrinya pulang ke Talun. Dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai dua orang anak, yaitu Sahal Soleh dan Anisah.
Meski sudah dipersiapkan tempat untuk mengajar tapi sepulang dari pondok pada tahun 1927 haji Muhammad Sholeh tidak langsung mengajar sebab beliau diserahi oleh haji Idris (ayah angkat beliau) untuk membantu mengatur dan mengurusi rumah tangga haji Idris. Karena waktu itu haji Idris mengalami musibah sakit mata sampai tidak bisa melihat (buta). Waktu itu haji Muhammad Sholeh belum berpengalaman dalam mengurusi rumah tangga, juga belum punya pekerjaan sekaligus harus memikul beban tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Pada tahun1933 setelah kehidupan rumah tangga dan kehidupan keluarga tertata, maka haji Muhammad Sholeh dengan penuh percaya diri disertai ikhtiar sepenuh hati dan sekuat tenaga serta permohonan pertolongan Allah SWT, mulai memikirkan dan merintis kegiatan mengajar anak-anak dan bertempat di mushalla. Mulai dari baca al-qur’an, tulis menulis arab, cara beribadah yang memenuhi syarat dan rukun, dan sebagainya yang dilaksanakan setiap hari setelah shalat ashar hingga ba’da shalat isya’. Kegiatan ini beliau lakukan seorang diri dengan penuh keuletan, ketlatenan, kesabaran dan keikhlasan. Selain aktif mengajar, sehari-hari beliau juga berdagang dengan membeli tanah dan mendirikan toko disebelah barat sungai Talun. Di toko tersebut haji Muhammad Sholeh menjual palawija, tikar, serta barang-barang kebutuhan masyarakat yang beliau beli dari pasar sumberrejo. Jadi setiap pagi beliau berjualan, sementara siang dan malam harinya mengajar di pesantren.32
Kiai haji Muhammad Sholeh dalam kesehariannya termasuk orang yang tidak banyak bicara, ramah, suka menolong keilmuannya tinggi dan di hormati orang. Beliau mempunyai prinsip harus berbuat baik pada orang lain dan tidak mau mempunyai musuh. “Nek pengen diapik’i wong yo kudu ngapik’i wong” (kalau ingin orang lain berbuat baik pada kita, kita juga harus berbuat baik pada orang lain). Itulah salah satu dari prinsip yang beliau pegang dan diantara pesan beliau pada santri-santrinya. Kiai haji Muhammad Sholeh juga rutin dalam mengimami sholat fardhu lima waktu setiap harinya. Bahkan sampai usia senja pun beliau masih tetap aktif. Kiai haji Muhammad Sholeh juga tidak pernah ikut thariqat. Karena bagi beliau mengajar itu sudah termasuk thariqat.34 Beliau juga tidak suka membedakan antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat, tidak melarang orang punya jabatan, yang terpenting bisa diarahkan kepada kepentingan akhirat.
Pada tanggal 20 Januari 1934, istri kiai haji Muhammad Sholeh, nyai Rohimah meninggal dunia di Talun dan dimakamkan di dusun Sidayu Gresik. Saat itu anak keduanya, Anisah, baru berusia 16 bulan. Beberapa tahun setelah ditinggal wafat istrinya, kiai haji Muhammad Sholeh menikah lagi dengan Mukhlisoh (janda kiai haji Mahbub), ibu dari haji Badawi, Jombang. Pada tahun 1976 kiai haji Muhammad Sholeh menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya disertai nyai Mukhlisoh. Namun pernikahan kedua ini belum sampai dikaruniai anak karena nyai Mukhlisoh terkena sakit dan akhirnya wafat pada 18 Pebruari 1992, tak lama kemudian pada tanggal 26 Juni 1992, kiai haji Muhammad Sholeh juga menyusul wafat.35 Beliau dimakamkan bersebelahan dengan dengan istrinya Nyai Mukhlisoh. Suasana duka, sedih dan tangis menyelimuti kediaman beliau dan seluruh keluarga besar pondok pesantren At-Tanwir serta masyarakat talun pada umumnya. Sosok yang dikagumi kini telah pergi untuk selama-lamanya. Meskipun demikian, KH. Muhammad Sholeh akan senantiasa ada didalam hati para santri dan menjadi panutan para santri yang pernah belajar dengan beliau. Segala tingkah laku yang beliau cerminkan dalam kehidupan sehari-hari patut dijadikan inspirasi bagi setiap orang yang pernah mengenalnya.
KH. Muhammad Sholeh adalah sosok suri tauladan yang baik dan menginspirasi baik keluarga besarnya, santri At-Tanwir, dan terlebih lagi bagi masyarakat desa Talun itu sendiri.
B. Karir Pendidikan
Pendidikan adalah faktor dominan sebagai pembentuk pribadi seseorang. Dengan pendidikan yang baik maka akan tumbuh pribadi yang baik pula. Pendidikan yang telah dilalui oleh seseorang akan mempengaruhi kepribadian orang tersebut. Seorang anak kecil akan memulai pembelajaran dari orang tuanya dulu baru setelah menginjak masa kanak-kanak dan remaja mereka belajar banyak hal baik dari orang tua, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan belajar pula dengan seorang guru. Seperti disebutkan diatas dalam bidang pendidikan kiai haji
Muhammad Sholeh sejak kecil (umur 10 tahun) sudah mulai di ajari oleh ayah angkatnya haji Idris belajar membaca al-Quran serta ilmu agama terutama bagaimana Islam mengatur kehidupan sehari-hari manusia. Hal ini tentu berkaitan dengan ajaran kemanusiaan, moral, dan budipekerti.
Menginjak usia remaja tepatnya pada tahun 1914 kiai haji Muhammad Sholeh semakin menunjukkan minat dan bakat serta ketertarikannya terhadap ilmu agama. Kehausan beliau tentang ilmu agama membuat beliau belajar kepada kiai Umar, yang waktu itu menjabat sebagai naib di Sumberrejo.
Dirasa sudah cukup belajar dengan kiai Umar, pada tahun berikutnya tepatnya tahun 1915 beliau meneruskan belajarnya dengan mondok di Kendal Dander, di pondok pesantren yang waktu itu di asuh oleh kiai Basyir dan kiai Abu Dzarrin. Beliau mondok di pesantren tersebut selama kurang lebih delapan bulan.
Pada tahun 1916, Muhammad Sholeh pindah ke Madrasatul ‘Ulum di Bojonegoro selama kurang lebih empat tahun, di kawasan Masjid Besar yang juga diasuh oleh kiai Basyir Kendal yang waktu itu harus pindah ke Bojonegoro karena di angkat menjadi penghulu hakim oleh pemerintah. Di Madrasatul ‘Ulum tersebut Muhammad Sholeh belajar ilmu fiqih dengan mengkaji kitab-kitab seperti: sullam taufiq, fathul qorib, dan fathul mu’in, serta ilmu nahwu dengan mengkaji kitab-kitab seperti: al-Jurumiyah hingga Alfiyah dan tidak ketinggalan pula ilmu shorof dan lain-lainnya.
Selama belajar disana beliau setiap hari pulang pergi dengan naik kereta. Selain itu menurut keterangan dari keluarga kiai haji Muhammad Sholeh juga sempat belajar pada kiai Kholil Bangkalan Madura. Selanjutnya pada tahun 1921, kiai haji Muhammad Sholeh melanjutkan belajarnya dengan mondok di Maskumambang Dukuh Gresik, di pesantren yang diasuh oleh kiai haji Faqih bin kiai haji Abdul Jabar. Beliau juga pernah belajar di Makkah, Namun kiai haji Muhammad Sholeh belajar disana hanya sekitar 8 bulan, karena situasi di Makkah sudah tidak kondusif akhirnya beliau pulang ke tanah air dan kembali mondok di Maskumambang Gresik. Setelah dirasa cukup belajar dari beberapa guru di pondok tersebut. Serta setelah kehidupan rumah tangganya tertata. Tepatnya pada tahun 1933 kiai haji Muhammad Sholeh mulai mengamalkan ilmunya dengan mengajar anak-anak di Mushalla. Pada tahun itupula dikenang sampai saat ini sebagai tahun berdirinya Pondok Pesantren At-Tanwir.37
Setelah berhasil mendirikan pondok pesantren At-Tanwir kiai haji Muhammad Sholeh tidak berhenti belajar. Beliau aktif mengikuti beberapa perkembangan informasi seperti siaran radio dari luar negeri, seperti: ABC Australia, BBC London, VOA amerika untuk mendapatkan beberapa informasi.
Selain itu kiai haji Muhammad Sholeh juga terus mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan sampai akhir hayatnya. Setiap harinya beliau terus tekun belajar dengan banyak membaca kitab-kitab karangan ulama besar ternama sebelum beliau. Kemudian dari hasil membaca tersebut beliau rangkum menjadi sebuah risalah atau kitab-kitab yang bisa kita baca dan ambil manfaatnya sampai saat ini.
C. Karir Organisasi
Dalam hal berorganisasi ada beberapa kegiatan organisasi yang pernah kiai haji Muhammad Sholeh ikuti diantaranya: Pada masa Indonesia masih di kuasai Jepang, pada tahun 1943, kiai haji Muhammad Sholeh mengikuti Musyawarah Besar Alim Ulama’ sejawa di Jakarta. Pada tahun 1946, setelah Indonesia merdeka (zaman Revolusi), kiai haji Muhammad Sholeh terpilih menjadi Camat (Asisten Wedono) Sumberrejo yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui perwakilan partai politik yang ada di setiap desa dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan. Pada masa itu wilayah kecamatan Sumberrejo terdapat tiga partai politik besar yaitu: Parta Nasional Indonesia (PNI), Partai Majlis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam pencalonan camat Sumberrejo waktu itu muncul dua calon yaitu: kiai haji Muhammad Sholeh dari Partai Masyumi dan Soejito dari PKI. Dari hasil pemilihan ternyata kiai haji Muhammad Sholeh memperoleh suara terbanyak, meraih kemenangan mengalahkan calon dari PKI. Dengan demikian, maka kiai haji Muhammad Sholeh diangkat menjadi camat Sumberrejo pada tahun 1946. Namun jabatan tersebut hanya beliau pegang selama dua tahun. Beliau mengajukan permohonan berhenti sebagai camat dan permohonan beliau dikabulkan, dengan alasan sangat berat meninggalkan tanggung jawab sebagai guru agama di pesantren.
Maka pada tahun 1948 diberhentikan dengan hormat dan mendapat tanda penghargaan. Beliau juga pernah menjadi anggota Mukhtasyar Nahdlatul Ulama’ Cabang Bojonegoro, sebagai bendahara Partai Masyumi anak Cabang Sumberrejo.
D. Karya-Karyanya
KH. Muhammad Sholeh dikenal sebagai pribadi yang aktif. Di sela-sela aktifitas keseharian beliau yang begitu padat, beliau selalu menyempatkan diri pada waktu luangnya untuk membaca. Buku yang beliau baca kebanyakan adalah kitab-kitab yang telah ditulis oleh ulama sebelumnya. Beliau melakukan kegiatan membaca buku atau kitab-kitab dimalam hari, setelah memberikan tausiyah dan belajar al-Qur’an dengan para santri. Kegemaran membaca inilah yang akhirnya mengantarkan beliau menjadi penulis. Dari ilmu-ilmu yang beliau peroleh dari belajar, membaca kitab, beliau menulis dan mengarang. Hingga akhirnya menjadi risalah atau kitab-kitab yang bisa kita baca dan kita pelajari hingga saat ini. Kitab/risalah yang beliau karang pada saat itu, menjadi acuan dalam pembelajaran di Pondok Pesantren At-Tanwir. Kitab-kitab tersebut setiap malam dikaji oleh para santri dengan didampingi pengasuh pondok pesantren At-Tanwir yang sekarang yaitu KH. Fuad Sahal yang merupakan cucu KH. Muhammad Sholeh.
Diantara kitab-kitab yang telah beliau susun adalah: Risalatu Zadi
al-Muta’allimi, Risalatu Hujjati al-Mu’minin fi al-Tawassuli, Risalatu alShafiyah fi al-Masail al-Fiqhiyah, Risalatu al-Solawat ‘ala Sayyidi alShadad, Risalatu Shu’aybi al-Iman, Risalatu Nazomi Jauwhari al-adab, Risalatu Khulqi al-Kirom Wa Shifa’i al-‘Ajsami, Risalatu al-Tadhkiroti, Fathu al-Jalil fi Fadoil al-Dhikri Wa al-Tahlil, Naylu al-Surur fi ba’di Fado’ili al-Shuhur, Risalatu Mudhakaroti Khutbati al-‘Idi. Dan masih banyak lagi tulisan beliau yang belum terpublikasikan. Karena keterbatasan peneliti, dari beberapa karya tulis kiai haji Muhammad Sholeh tersebut peneliti hanya akan menjelaskan beberapa karya tulis beliau yang dapat diperoleh dan dipahami oleh peneliti,
diantaranya:
1. Al-Risalatu al-Shafiyah fi al-Masa’il al-Fiqhiyah
Suatu kitab yang selesai beliau susun pada tahun 1396 Hijriah (1975 Masehi). Kitab ini merupakan kumpulan dari pertanyaanpertanyaan masyarakat kala itu kepada beliau kemudian pertanyaanpertanyaan tersebut beliau tulis serta jawab, dan dari tulisan dan jawabannya tersebut kemudian dikumpulkan menjadi satu hingga menjadi kitab ini. Dalam kitab ini dibahas tentang masalah-masalah syari’at atau fiqh yang terjadi di masyarakat pada waktu itu. Diantaranya tentang bagaimana hukum sholat jum’at orang yang tidak berkewajiban sholat jum’at, boleh tidak menyolati jenazah dikuburannya, bagaimana hukum menyolati orang yang mati karena bunuh diri, dan lain sebagainya. Dalam menjawab masalah-masalah tersebut beliau selalu mencantumkan hadist serta kitab yang beliau jadikan acuan.
2. Risalatu Khulqi al-Kirom Wa Shifa’i al-‘Ajsami
Suatu kitab yang selesai beliau susun pada tahun 1406 Hijriah (1985 Masehi). Dalam kitab ini beliau menjelaskan tentang sebagian dari beberapa budi pekerti luhur yang pada masa-masa ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat umum. Beliau mengambil dari beberapa kitab karangan para ulama’ sebelum beliau serta hadist-hadist yang pernah beliau baca dan pelajari.
Selain membahas tentang beberapa budi pekerti yang luhur seperti tersebut diatas, dalam kitab ini juga menjelaskan tentang tata cara ruqyah syar’iyah serta dalil hukum yang membolehkan dan
mengharamkan melakukannya.
3. Naylu al-Surur fi Ba’di Fado’ili al-Shuhur
Suatu kitab yang selesai beliau susun pada tahun 1409 Hijriah (1988 Masehi). Dalam kitab ini beliau menerangkan tentang fadiylahfadiylah/faedah-faedah bulan-bulan tertentu seperti bulan Muharram, bulan Rajab, bulan Sha’ban, bulan Ramadhan, bulan Shawal, dan bulan Dhilhijjah serta amalan-amalan yang baik atau sunnah dilakukan pada bulan-bulan tersebut.
Dalam menyusun kitab ini beliau mengambil dari beberapa kitab karangan para ulama’ sebelum beliau serta hadist-hadist yang pernah beliau baca dan pelajari. Kemudian beliau mencatumkan kitab serta hadis-hadist tersebut dalam karya ini.
4. Fathu al-Jalil fi Fadoili al-Dhikri Wa al-Tahlil
Suatu kitab yang selesai beliau susun pada tahun 1409 Hijriah (1988 Masehi). Dalam kitab ini beliau menjelaskan tentang dalil-dalil mengamalkan tahlil- dan dhikir. Selain itu juga dijelaskan manfaatmanfaat yang bisa diperoleh ketika mengamalkannya. Dalil-dalil yang beliau cantumkan dalam kitab ini berupa hadist-hadist serta beberapa kitab yang dikarang oleh ulama sebelum beliau, seperti kitab Bulughul al-Marom, al-Jaami’ al-Soghir, dan lain sebagainya
Sumber : http://digilib.uinsby.ac.id
Biografi KH. Mohammad Sholeh